Selasa, 15 Februari 2011

Produk Militer Indonesia

CN 235 PT. DIRGANTARA INDONESIA
PT Dirgantara Indonesia Menang Tender US$ 94,5 Juta
Seoul - PT Dirgantara Indonesia (PT. DI) menang dalam tender pengadaan empat pesawat penjaga pantai untuk Korea Selatan senilai US$ 94,5 juta. Direktur Utama PT. DI Budi Santoso dan pemerintah Korea Selatan menandatangani kontrak jual-beli tersebut di Seoul kemarin.

Direktur Aircraft Integration PT. DI Budiwuraskito menjelaskan, setelah melewati serangkaian uji unjuk kerja dan komersial, pesawat NC235-110 keluaran PT. DI berhasil menyisihkan pesaing dari Spanyol, Amerika Serikat, dan Israel.

Pesawat NC235-110, ia memaparkan, memiliki jangkauan jelajah 1.150 mil laut (nautical miles) serta sanggup beroperasi hingga delapan jam dengan membawa delapan orang di dalam kabin yang nyaman. "Spesifikasi teknisnya hanya kalah oleh pesawat EADS-CASA dari Spanyol, yang bisa menjangkau hingga 1.200 mil laut," kata Budi. Dari segi unjuk kerja, NC 235-110 menempati posisi kedua, disusul Amerika Serikat dan Israel.

Sedangkan dari segi komersial, yang mencakup harga dan dukungan suku cadang, Dirgantara juga berada di posisi kedua dalam tender yang dibuka pada November lalu tersebut. "Yang pertama adalah perusahaan dari Amerika Serikat, ketiga Israel, dan yang keempat Spanyol."

Soal teknis pembayaran kontrak pesawat ini, kata Budi, pemerintah Korea Selatan akan memenuhinya secara bertahap sebanyak enam kali dalam jangka waktu 29 bulan. Pada saat penandatanganan kontrak, pemerintah Korea Selatan membuka letter of credit senilai US$ 16,4 juta, atau 17,4 persen nilai jual. PT. DI akan mengirimkan dua pesawat pesanan pada akhir 2010, dan dua lagi pada awal 2011.

Menurut Budi, pemerintah Korea Selatan juga mengisyaratkan niatnya untuk membeli lagi empat pesawat serupa pada tahun anggaran 2010. Tahun ini, selain NC 235-110, PT. DI berhasil menjual dua helikopter dan satu pesawat lainnya.

Sedangkan tahun depan, PT. DI akan menjual empat unit pesawat NC 235-220, dengan spesifikasi yang lebih tinggi dibanding NC 235-110. "Tiga ke Angkatan Laut dan satu untuk Angkatan Udara," ujar Budi. Selain itu, Dirgantara berencana mengikuti tender dua unit pesawat di Kolombia pada Februari mendatang.


Pesawat CN 235 MPA (Maritime Patrol Aircraf PT.DI)
Super Puma NAS 332 (PT.DI)


C-212 (IPTN)


C-212 (IPTN)


CN-235 (PT.DI)



N250 (IPTN)

Nir Awak Buatan Indonesia


Pelatuk, UAV buatan BPPT

Bangga bercampur haru saat saya ikut technical presentasi yang diberikan PT. Aviator Teknologi Indonesia (PT.ATI) diacara Indo-Defense 2008 lalu. Bagaimana tidak, teknologi yang mestinya sudah kita kuasai 15 tahun lalu kini sudah diwujudkan. Lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali.

Sebenarnya penelitian dan pengembangan (Litbang) sudah cukup lama dilakukan, yakni dari tahun 2000 yang dirintis pertama kali oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Salah satu perusahaan yang ikut digandeng BPPT adalah PT.ATI.

Hingga kini kerjasama masih terjalin, terutama dalam hal sarana dan prasarananya. Seperti perangkat keras serta system yang digunakan di pesawat nir-awak ini. Prototype pertama PT.ATI pernah diperkenalkan di penghujung tahun 2005, dengan menampilkan pesawat TUAV (Tactical Unmaned Aerial Vehicle) pertamanya. Smart Eagle I.

Hasil Litbang BPPT pun kini sudah menunjukkan hasil yang menggembirakan dengan telah dibuatnya beberapa prototype PUNA (Pesawat Udara Nir-Awak), sampai dengan sekarang sudah ada 10 unit dengan tiga varian yang dibuat. Yakni varian Pelatuk, Gagak dan Wulung, dengan kelebihan masing-masing.

ISLAM INSIDE)

PT. LAPAN

LAPAN Kembangkan Roket Kendali 1.000 Km dan Balistik 400 Km

Garut (ANTARA News)- Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Adi Sadewo Salatun, mengatakan pada 2010 LAPAN sudah akan mengembangkan roket balistik bernama RX-420 dengan daya jangkau 400 km dan roket kendali berdaya jelajah 1.000 km.

"Tapi LAPAN lebih pada untuk mengindera atau surveilance, jadi bukan untuk rudal. LAPAN hanya berkonsentrasi pada roket-roket ilmiah, tetapi soal kaitan dengan pertahanan kita serahkan ke industri pertahanan dan pelaku pertahanan," kata Adi di sela peluncuran roket-roket LAPAN di Pamengpeuk, Garut, Jabar, Selasa.

Meskipun setiap warga negara memiliki hak untuk bela negara, LAPAN, ujarnya, hanya membuat bagaimana roket bisa mengorbit sendiri.

Ditanya soal komponennya, roket-roket balistik dan kendali yang diujikan ini, ujarnya, merupakan buatan LAPAN sendiri hingga softwarenya kecuali hal-hal seperti subsistemnya misalnya mikroprosesornya.

Sementara bahan bakar roket yakni oksidator dan "fuel" yang selalu diblokade oleh negara-negara maju yaitu Ammonium Perchlorate (AP) dan HTPB (Hydroxy Terminated Poly Butadiene) juga sudah mampu dikuasai ahli LAPAN.

"Kalau kita lihat performanya lebih bagus daripada yang kita impor, gradenya lebih halus. Terbukti ketika launching tadi, lebih agresif," katanya.

Roket-roket buatan LAPAN yang diuji terbang tersebut yakni tipe RX-250 satu unit, RX150 sebanyak tiga unit, tipe RX100 tiga unit, RX-70 tiga unit dan RX-70 FFAR empat unit.

Perancangan Roket RX-250 difokuskan pada upaya pengurangan berat struktur menggunakan tabung motor yang lebih tipis sehingga diperoleh ketinggian dan jarak jangkau yang maksimal.

Dimensi roket ini berdiameter 240mm dengan panjang total 4.242mm dirancang mencapai misi ilmiah dengan tinggi terbang 27,9km dan jarak jangkau 51,3km pada sudut peluncuran 70 derajat.

ROKET2 RX-250


ROKET2 RX-250



Roket-Lapan RX100



Roket-Lapan RX100



Roket RX 320





Beragamnya aplikasi satelit dan meningkatnya kebutuhan wahana ini, ditambah berlakunya pelarangan pembelian komponen pembuat roket, mendorong Indonesia mengumpulkan daya agar mandiri dalam bidang peroketan yang dikembangkan sebagai wahana pengorbit satelit.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) yang mencapai usia 45 tahun pada 27 November lalu, sejak 2007 melakukan percepatan dalam pengembangan teknologi peroketan dan satelitnya. Percepatan itu terjadi setelah berhasil melepas ketergantungannya pada pembuatan bahan bakar propelan dari pihak asing, antara lain amonium perklorat.

Setelah sukses dengan peluncuran roket eksperimen berdiameter 320 mm atau Rx-320, Lapan berhasil melakukan uji statik Rx-420 pada Selasa (23/12) di Pusat Teknologi Wahana Dirgantara Lapan Rumpin, Tarogong, Tangerang. Pelaksanaan uji statik ini menyusul uji peluncuran roket kendali berdiamater 100 mm dan 300 mm serta roket balistik 122 mm yang diluncurkan akhir pekan lalu di Pamengpeuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Seusai menyaksikan pelaksanaan uji statik Rx-420 itu, Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman mengatakan akan terus mendorong Lapan untuk konsisten mengembangkan roket sesuai dengan kompetensinya hingga mampu mengorbitkan satelit. ”Untuk program roket tahun 2009, saya telah mengusulkan kepada DPR dana sebesar Rp 25 miliar,” ujarnya.



Pada 2009, jelas Kepala Lapan Adi Sadewo Salatun, setelah keberhasilan uji statik Rx-420, program peroketan akan dilanjutkan dengan uji peluncuran roket tersebut yang menurut rencana dilaksanakan Mei 2009.

Dijelaskan Edi Sofyan, Ketua Kelompok Penelitian Bidang Kendali Roket Lapan, roket kendali RK-100 sebanyak tiga unit diluncurkan Sabtu (20/12) di Pamengpeuk, Garut Selatan. Misi peluncuran ini adalah untuk menguji sistem kendali pada sirip belakang.

Peluncuran RK-100, yang mempunyai panjang 4 meter ini, merupakan fase ketiga eksperimen roket itu. Fase I yang dilakukan September 2007 masih ditemukan masalah pada bagian sayap. Setelah dilakukan perbaikan, dilakukan peluncuran RK-100 fase II pada Juni 2008.

Adapun uji peluncuran roket kendali 300 mm yang merupakan tahap pertama, jelas Edi, bertujuan untuk menguji sistem pendorong roket dan turbo jet.

Pada Minggu (21/12) di lokasi yang sama dilaksanakan peluncuran tahap pertama roket balistik RB-122 yang tidak dilengkapi dengan sistem kontrol. Pada uji peluncuran ini bertujuan untuk mengukur kinerja atau performansi motor roket.

Pengujian kinerja roket baik sistem kendali dan balistik merupakan satu rangkaian dalam pengembangan roket pengorbit satelit.


Konfigurasi Rx-420-320

Roket eksperimen berdiameter 420 mm (Rx-420), pelaksanaan uji statiknya tertunda seminggu, karena diperlukan penambahan sistem penahan pada bagian ekor propulsi, agar aman. ”Dengan memasang sistem penahan yang memadai pada roket, yang ditempatkan pada posisi horizontal di lorong itu, maka roket akan tetap stabil ketika dilakukan uji penyalaan,” urai Adi.

Dalam kondisi nyala, roket Rx-420 yang menggunakan bahan bakar amonium perklorat akan memiliki daya dorong hingga 10 ton dalam waktu 11 detik. ”Lepasnya penahan pernah terjadi pada tahun 1986 dalam uji statik sebuah roket. Akibatnya, roket keluar dari block house (rumah uji),” tambah Adi.

Pengukuran hasil uji statik Rx-420, jelas Lilis Mariani, periset di Tim Uji Statik Rx-420, performasi roket ini sedikit lebih baik dibandingkan desain rencana, terutama pada daya dorong roket yang lebih tinggi dari yang direncanakan.

Roket Rx-420 ini merupakan bagian penting dalam konfigurasi Roket Pengorbit Satelit (Satellite Launch Vehicle/SLV) Pertama Lapan yang direncanakan meluncur pada tahun 2014, jelas Yus Kadarusman Markis, Kepala Pusat Teknologi Wahana Dirgantara Lapan.

Pada SLV-I itu, terdiri dari roket tiga tingkat, yaitu pada tingkat pertama dipasang tiga roket Rx-420 sebagai pendorong atau booster, pada tingkat dua satu propulsi berdiameter 420 sebagai sustainer, dan di tingkat tiga propulsi 320.

Dengan komposisi roket tersebut dan menggunakan bahan bakar propelan padat, menurut Yus, telah memadai untuk membawa satelit ke orbit. ”Roket pengorbit ini memungkinkan membawa nano satelit yang persiapannya makan waktu dua tahun.



Satu roket Rx-420 yang berbobot sekitar 2 ton memiliki jangkauan 120 km. Dengan konfigurasi itu, SLV-I diharapkan dapat menjangkau ketinggian sekitar 400 km. Roket ini dapat membawa muatan 50 kg untuk sampai pada orbit yang dicapai minimal pada ketinggian 250 km. Kecepatan horizontal roket di orbit mencapai 8 km per detik.

Saat ini Lapan tengah mengembangkan sendiri material yang lebih ringan untuk roket, karena pengembangan teknologi pembuatan baik propelan maupun material roket bersifat tertutup.

”Pembelian material dari pihak asing tidak dimungkinkan karena semua negara, termasuk China, tidak lagi memenuhi pesanan material untuk pembuatan roket dari Indonesia, sebagai negara yang masuk kategori perlu diawasi seperti Iran,” urai Yus.

Pada tahapan selanjutnya, Lapan akan terus mengembangkan roket berdiameter lebih besar, yaitu Rx-540 dan Rx-750. Roket Rx-420 merupakan roket keenam yang dikembangkan Lapan selama ini. Roket generasi terdahulu berturut-turut memiliki diameter 70, 100, 150, 250, dan 320 mm.

Sejak beberapa tahun lalu, lanjut Yus, peneliti Lapan juga telah mengembangkan bahan bakar propelan cair yang baru mencapai bobot 10 kg. Masih diperlukan waktu lama untuk sampai pada kapasitasnya untuk mendukung roket pengorbit satelit.

Kendalanya karena kurangnya sumber daya manusia peneliti dan sulitnya memperoleh bahan baku, serta tingginya tingkat kesulitan dan bahaya ledakan dalam pembuatan propelan cair. Meski begitu, Lapan harus mengembangkan pembuatan propelan cair yang memiliki kelebihan daripada propelan padat, yaitu membuat roket mudah dikendalikan ketika mengorbit.

Sumber : KOMPAS


PRODUCT DARI PT.PINDAD

ME-105

















Kita doakan semoga tekhnologi, Informatika dan bidang kemiliteran di Indonesia semakin kuat dan meningkat . . . . .bangkitlah Indonesiaku. . . .semoga dimasa yang akan datang kita bisa menjadi negara yang memilki pertahanan yang kuat dan sebanding dengan negara-negara kuat didunia . . . .

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Grants For Single Moms