Persib Bandung pernah mencoba kemampuannya melawan klub-klub besar dari Eropa mereka adalah AC Milan Raksasa klub sepakbola Italia dan PSV Eindhoven Raksasa klub sepakbola Belanda. Kejadian itu terjadi pada hari sabtu tanggal 4 Juni 1994
Memahami judul diatas mungkin agak sedikit kontras dengan tema wisata di kota Bandung, tapi saya ingin berbagi hal unik ini sedikit bagi anda yang menyukai olah raga sepak bola khususnya bagi anda penggemar Persib Bandung. Sewaktu saya masih kuliah di Bandung sering saya lihat arak-arakan para pendukung Persib Bandung, hampir disetiap sudut kota Bandung di penuhi warna Biru (warna khas Persib Bandung). Pendukung Persib Bandung terdiri dari berbagai usia & latar belakang (walau kebanyakan orang sunda & remaja), mereka mulai membuat suatu komunitas pendukung Persib seperti Bobotoh Maung Bandung Bersatu (Bomber) & Viking namun Persib Bandung sendiri menamakan pendukung mereka dengan sebutan Bobotoh, akan tetapi sangat disayangkan ternyata bagi sebagian besar penggemar olah raga paling populer di Indonesia ini masih sulit untuk menerima arti sebuah kekalahan terlepas apa kekalahan itu berasal dari ketidakberuntungan atau faktor-faktor lainnya seperti ketidakadilan wasit & kecurangan sebuah klub sepak bola.
Tapi saya katakan pada anda bahwa Bandung tidak pernah bisa lepas dari klub sepak bola yang namanya sangat terkenal di Indonesia dan memiliki banyak prestasi yang di raih dalam setiap kompetisi yang pernah di ikutinya dan dia adalah PERSIB BANDUNG atau MAUNG BANDUNG sekarang berbadan hukum dengan nama PT. Persib Bandung Bermartabat. Anda dapat mencoba suatu saat nanti bagaimana sensasi yang terjadi bila anda mencoba menonton permainan Persib Bandung secara langsung di Stadion kebanggaan mereka Stadion Siliwangi, akan ada banyak orang-orang yang melakukan hal-hal unik didalam stadion, ada banyak celotehan/komentar dari orang-orang disekitar anda serta keramaian yang membahana dan mungkin anda akan mengatakan “ah itu biasa terjadi jika kita menonton sepak bola secara langsung di stadion dimana banyak penggemar fanatik yang berbuat kelakuan aneh, mencengangkan dan mengerikan”, tapi bagi saya ada sensasi unik jika kita menyempatkan menonton pertandingan Persib Bandung di sela-sela kunjungan wisata kita di Kota Bandung yang tidak bisa saya ungkapkan dengan kata-kata.
Sejarah Persib Bandung (Sumber data dari Persatuan Sepak Bola Indonesia PSSI)
Sebelum bernama Persib, di Kota Bandung berdiri Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond (BIVB) pada sekitar tahun 1923. BIVB ini merupakan salah satu organisasi perjuangan kaum nasionalis pada masa itu. Tercatat sebagai Ketua Umum BIVB adalah Mr. Syamsudin yang kemudian diteruskan oleh putra pejuang wanita Dewi Sartika, yakni R. Atot. Atot ini pulalah yang tercatat sebagai Komisaris daerah Jawa Barat yang pertama. BIVB memanfaatkan lapangan Tegallega di depan tribun pacuan kuda. Tim BIVB ini beberapa kali mengadakan pertandingan diluar kota seperti Yogyakarta dan Jatinegara Jakarta.
Pada tanggal 19 April 1930, BIVB bersama dengan VIJ Jakarta, SIVB (Persebaya), MIVB (sekarang PPSM Magelang), MVB (PSM Madiun), VVB (Persis Solo), PSM (PSIM Yogyakarta) turut membidani kelahiran PSSI dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo Yogyakarta. BIVB dalam pertemuan tersebut diwakili oleh Mr. Syamsuddin. Setahun kemudian kompetisi tahunan antar kota/perserikatan diselenggarakan. BIVB berhasil masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1933 meski kalah dari VIJ Jakarta. BIVB kemudian menghilang dan muncul dua perkumpulan lain yang juga diwarnai nasionalisme Indonesia yakni Persatuan Sepak bola Indonesia Bandung (PSIB) dan National Voetball Bond (NVB). Pada tanggal 14 Maret 1933, kedua perkumpulan itu sepakat melakukan fusi dan lahirlah perkumpulan yang bernama Persib yang kemudian memilih Anwar St. Pamoentjak sebagai Ketua Umum. Klub- klub yang bergabung kedalam Persib adalah SIAP, Soenda, Singgalang, Diana, Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi.
Persib kembali masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1934, dan kembali kalah dari VIJ Jakarta. Dua tahun kemudian Persib kembali masuk final dan menderita kekalahan dari Persis Solo. Baru pada tahun 1937, Persib berhasil menjadi juara kompetisi setelah di final membalas kekalahan atas Persis. Di Bandung pada masa itu juga sudah berdiri perkumpulan sepak bola yang dimotori oleh orang- orang Belanda yakni Voetbal Bond Bandung & Omstreken (VBBO). Perkumpulan ini kerap memandang rendah Persib. Seolah- olah Persib merupakan perkumpulan "kelas dua". VBBO sering mengejek Persib. Maklumlah pertandingan- pertandingan yang dilangsungkan oleh Persib dilakukan di pinggiran Bandung—ketika itu—seperti Tegallega dan Ciroyom. Masyarakat pun ketika itu lebih suka menyaksikan pertandingan yang digelar VBBO. Lokasi pertandingan memang didalam Kota Bandung dan tentu dianggap lebih bergengsi, yaitu dua lapangan di pusat kota, UNI dan SIDOLIG.
Persib memenangkan "perang dingin" dan menjadi perkumpulan sepak bola satu-satunya bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya. Klub-klub yang tadinya bernaung dibawah VBBO seperti UNI dan SIDOLIG pun bergabung dengan Persib. Bahkan VBBO (sempat berganti menjadi PSBS sebagai suatu strategi) kemudian menyerahkan pula lapangan yang biasa mereka pergunakan untuk bertanding yakni Lapangan UNI, Lapangan SIDOLIG (kini Stadion Persib), dan Lapangan SPARTA (kini Stadion Siliwangi). Situasi ini tentu saja mengukuhkan eksistensi Persib di Bandung.
Ketika Indonesia jatuh ke tangan Jepang. Kegiatan persepak bolaan yang dinaungi organisasi lam dihentikan dan organisasinya dibredel. Hal ini tidak hanya terjadi di Bandung melainkan juga di seluruh tanah air. Dengan sendirinya Persib mengalami masa vakum. Apalagi Pemerintah Kolonial Jepang pun mendirikan perkumpulan baru yang menaungi kegiatan olahraga ketika itu yakni Rengo Tai Iku Kai. Tapi sebagai organisasi bernapaskan perjuangan, Persib tidak takluk begitu saja pada keinginan Jepang. Memang nama Persib secara resmi berganti dengan nama yang berbahasa Jepang tadi. Tapi semangat juang, tujuan dan misi Persib sebagai sarana perjuangan tidak berubah sedikitpun. Pada masa Revolusi Fisik, setelah Indonesia merdeka, Persib kembali menunjukkan eksistensinya. Situasi dan kondisi saat itu memaksa Persib untuk tidak hanya eksis di Bandung. Melainkan tersebar di berbagai kota, sehingga ada Persib di Tasikmalaya, Persib di Sumedang, dan Persib di Yogyakarta. Pada masa itu prajurit-prajurit Siliwangi hijrah ke ibukota perjuangan Yogyakarta. Baru tahun 1948 Persib kembali berdiri di Bandung, kota kelahiran yang kemudian membesarkannya. Rongrongan Belanda kembali datang, VBBO diupayakan hidup lagi oleh Belanda (NICA) meski dengan nama yang berbahasa Indonesia Persib sebagai bagian dari kekuatan perjuangan nasional tentu saja dengan sekuat tenaga berusaha menggagalkan upaya tersebut. Pada masa pendudukan NICA tersebut, Persib didirikan kembali atas usaha antara lain, dokter Musa, Munadi, H. Alexa, Rd. Sugeng dengan Ketua Munadi.
Perjuangan Persib rupanya berhasil, sehingga di Bandung hanya ada satu perkumpulan sepak bola yakni Persib yang dilandasi semangat nasionalisme. Untuk kepentingan pengelolaan organisasi, dekade 1950-an ini pun mencatat kejadian penting. Pada periode 1953-1957 itulah Persib mengakhiri masa pindah-pindah sekretariat. Walikota Bandung saat itu R. Enoch, membangun Sekretariat Persib di Cilentah. Sebelum akhirnya atas upaya R. Soendoro, Persib berhasil memiliki sekretariat Persib yang sampai sekarang berada di Jalan Gurame. Pada masa itu, reputasi Persib sebagai salah satu jawara kompetisi perserikatan mulai dibangun. Selama kompetisi perserikatan, Persib tercatat pernah menjadi juara sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1961, 1986, 1990, dan pada kompetisi terakhir pada tahun 1994. Selain itu Persib berhasil menjadi tim peringkat kedua pada tahun 1950, 1959, 1966, 1983, dan 1985.
Keperkasaan tim Persib yang dikomandoi Robby Darwis pada kompetisi perserikatan terakhir terus berlanjut dengan keberhasilan mereka merengkuh juara Liga Indonesia pertama pada tahun 1995. Persib yang saat itu tidak diperkuat pemain asing berhasil menembus dominasi tim tim eks galatama yang merajai babak penyisihan dan menempatkan tujuh tim di babak delapan besar. Persib akhirnya tampil menjadi juara setelah mengalahkan Petrokimia Putra melalui gol yang diciptakan oleh Sutiono Lamso pada menit ke-76. Persib juga pernah menjamu klub-klub dunia seperti AC Milan & PSV Eindhoven.
Sayangnya setelah juara, prestasi Persib cenderung menurun. Puncaknya terjadi saat mereka hampir saja terdegradasi ke Divisi I pada tahun 2003. Beruntung, melalui drama babak playoff, tim berkostum biru-biru ini berhasil bertahan di Divisi Utama. Sebagai tim yang dikenal tangguh, Persib juga dikenal sebagai klub yang sering menjadi penyumbang pemain ke tim nasional baik yunior maupun senior. Sederet nama seperti Risnandar Soendoro, Nandar Iskandar, Adeng Hudaya, Heri Kiswanto, Adjat Sudradjat, Yusuf Bachtiar, Dadang Kurnia, Robby Darwis, Budiman, Nuralim, Yaris Riyadi hingga generasi Erik Setiawan merupakan sebagian pemain timnas hasil binaan Persib.
Kesempatan yang tak pernah terlupakan
Persib Bandung pernah mencoba kemampuannya melawan klub-klub besar dari Eropa mereka adalah AC Milan Raksasa klub sepakbola Italia dan PSV Eindhoven Raksasa klub sepakbola Belanda. Kejadian itu terjadi pada hari sabtu tanggal 4 Juni 1994, saat itu saya masih sekolah di sekolah menengah pertama (SMP Negeri 7 Tangerang) ketika itu saya menyaksikan pertandingan antara Persib Bandung melawan AC Milan dari televisi, sebetulnya saya sangat ingin menonton secara langsung akan tetapi apa daya saya hanya bisa menyaksikannya di layar kaca saja. Saya adalah penggemar AC Milan hingga saat ini dan untuk selamanya, pertandingan Persib Bandung melawan AC Milan adalah moment manis walau hasil pertandingan sangat pahit ketika itu Persib kalah dengan skor sangat besar yakni 0-8 untuk kemenangan AC Milan di stadion Gelora Bung Karno Senayan dan ketika saya membaca koran keseokan harinya di headline koran itu tertera komentar pelatih AC Milan saat itu Fabio Capello “Persib hanya mampu menekan kami selama 20 menit!”, jujur menyimak komentar itu sangat menyakitkan bagi pendukung Persib tapi mereka pantas merasa bangga, mereka kalah dari klub sepak bola kelas dunia seperti AC Milan dan setidaknya mereka mampu membuktika kualitasnya walau hanya 20 menit dari pada tidak sama sekali. Berikut ini pencetak gol Persib Bandung VS AC Milan Dejan Savicevic pada menit 17 dan 18, Gianluigi Lentini (26), Paolo Baldieri (27, 48, dan 58), Christian Antigori (68), dan Stefano Desideri (78) (Sumber Buku Persib).
Persib Bandung juga sempat mencoba kemampuannya melawan salah satu klub besar Liga Belanda yaitu PSV Eindhoven pada tahun 1987 di Stadion Siliwangi Bandung pada pertandingan ini juga Persib menderita kekalahan besar dengan skor 0-6 untuk kemenangan PSV Eindhoven Sementara pencetak golnya adalah Ruud Giip 9, E. Vicool 15, 40, 53, dan Jurie Koolhof 60, 66 dan pemain Persib yang bermain saat itu adalah Wawan Hermawan/Erick Ibrahim, Dede Iskandar, Ade Mulyono, Ujang Mulyana, Adeng Hudaya, Sukowiyono, Uut Kuswendi, Iwan Sunarya/Dadang Kurnia, Adjat Sudradjat, Yudi Guntara, dan Dede Rosadi/Sarjono.
Prestasi Persib Bandung
Liga perserikatan:
Juara (6): 1937, 1961, 1961, 1986, 1990, 1994
Runner-up (8) : 1933, 1934, 1936, 1950, 1959, 1960, 1982/1983, 1984/1985
Divisi Utama :
Juara (1) : musim kompetisi 1994-1995 (Liga Indonesia 1/ Liga Dunhill)
Liga Super Indonesia :
Peringkat 3 musim kompetisi 2008-2009
Liga Champions Asia :
Perempat final : 1995
0 komentar:
Posting Komentar